GUDANGDEWASA - Perkenalkan, namaku Nina, umurku 24 tahun.
Aku memiliki kehidupan seks yang cukup menarik. Temanku memberitahuku mengenai
situs RumahSeks dan ketika aku pertama kali browse RumahSeks, aku langsung
tertarik untuk ikut mencurahkan kisahku di situs ini. Semoga kisahku ini dapat
menjadi salah satu bacaan yang menarik.
Kisah ini dimulai ketika aku merasakan
seks-ku yang pertama dengan Papa tiriku ketika aku masih berumur 16 tahun. Pada
saat umurku 3 tahun, Papa kandungku telah meninggal hingga ibu menikah lagi
dengan Oom Mardi ketika umurku 5 tahun. Jadi, selama 11 tahun aku telah
menganggapnya sebagai Papa kandungku, toh aku juga tidak ingat lagi akan
kehadiran Papa kandungku. Namun, sejak kejadian ini aku tidak hanya menganggapnya
sebagai Papa, tapi sekaligus juga sebagai pemuas nafsu birahiku. Begitupun Papa
Mardi yang menganggapku sebagai anak sekaligus budak seks-nya.
Untuk lebih memperjelasnya, aku memiliki
tubuh yang cukup bagus dengan buah dada berukuran 34B. Kulitku putih bersih
dengan rambut panjang sepunggung. Aku beberapa kali menonton dan membuka situs
porno karena rasa penasaranku terhadap aktivitas seks yang sangat digemari di
kalangan anak laki-laki. Ketika menonton film-film porno itu, ada rasa ingin
mencoba karena kulihat betapa nikmatnya wajah sang wanita yang disetubuhi. Aku
pun sering membayangkan bahwa yang ada di film itu adalah aku dan pria
idamanku, namun ironisnya aku kehilangan keperawanan bukanlah dengan pria
idamanku. Beginilah cerita awalnya..
Pada suatu Minggu pagi, Ibuku tidak ada di
rumah hampir sepanjang hari karena harus menunggui kakaknya yang sedang dirawat
di rumah sakit. Jadi, aku tinggal di rumah sendiri. Ketika aku berjalan ke
ruang makan untuk makan pagi, aku hanya melihat Papa seorang diri sedang
menyantap nasi goreng.
“Pa, Mama mana? Kok gak ada?” tanyaku sambil
mengucek mataku yang masih mengantuk.
Pada saat itu Papaku tidak langsung menjawab,
Ia tercengang untuk beberapa saat dan menatapku dengan pandangan tajam. Ketika
kusadari, ternyata pada saat itu aku mengenakan daster putih tipis pendek yang
tembus pandang hingga memamerkan lekuk tubuhku. Puting susuku terpampang jelas
karena aku tidak memakai bra. Kurasakan mukaku memerah dan spontan aku menutupi
dadaku.
“Ehem.. Nin, Mama pergi sejak jam 4 subuh.
Tante Firda mendadak koma,” kata Papa segera setelah sadar dari kagetnya.
“Apa?! Tan.. Tante koma?” ujarku terbata-bata.
“Iya, Nin. Papa tahu kamu kaget. Nanti kita jenguk jam 12 ya?”
“Apa?! Tan.. Tante koma?” ujarku terbata-bata.
“Iya, Nin. Papa tahu kamu kaget. Nanti kita jenguk jam 12 ya?”
Aku terisak sedih dan air mataku mulai
mengalir. Tante Firda adalah tante favoritku. Ia sangat baik terhadap Ibu dan
aku. Ketika aku masih terisak, Papa segera menghampiri dan memeluk diriku.
“Tenang Nin, masih ada harapan kok,” hiburnya
sambil mengelus rambutku.
Aku balas mendekapnya dan mulai menangis tersedu-sedu.
Papa mengelus-elus punggungku ketika aku menangis, namun nafas Papaku terdengar
berat dan kurasakan penisnya yang membesar menekan perutku. Aku segera
melepaskan pelukanku namun Papa menahannya.
“Pa, lepaskan aku!” jeritku ketakutan.
“Tidak bisa, Nina sayang.. Salahmu sendiri menggoda Papa dengan baju tipismu itu,” ujar Papa, kemudian tangannya mulai meremas-remas pantatku dengan gemas.
“Pa, jangan.. Nina gak mau, Pa!” isakku sambil memberontak, namun tenaga Papa jauh lebih kuat daripadaku, tak ada gunanya aku melawan juga.
“Kamu diam saja, sayang.. Enak kok.. Nanti pasti kamu ketagihan,” bisik Papa sambil terengah-engah, setelah itu tangan Papa mulai menyusup ke dalam celana dalamku dan meremas kembali pantatku dari dalam.
“Tidak bisa, Nina sayang.. Salahmu sendiri menggoda Papa dengan baju tipismu itu,” ujar Papa, kemudian tangannya mulai meremas-remas pantatku dengan gemas.
“Pa, jangan.. Nina gak mau, Pa!” isakku sambil memberontak, namun tenaga Papa jauh lebih kuat daripadaku, tak ada gunanya aku melawan juga.
“Kamu diam saja, sayang.. Enak kok.. Nanti pasti kamu ketagihan,” bisik Papa sambil terengah-engah, setelah itu tangan Papa mulai menyusup ke dalam celana dalamku dan meremas kembali pantatku dari dalam.
Aku berkali-kali melawan, namun tak berdaya
karena perbedaan tenaga kami. Kemudian, Papa mengangkat satu kakiku dan
menahannya selagi tangan satunya meraih lubang vaginaku.
“Ohh.. Pa.. Ja.. Jangan,” rintihku.
Namun, kurasakan birahiku mulai naik, bahkan
lebih daripada ketika aku menonton film porno di kamarku diam-diam. Jarinya
dengan lincah menggosok-gosok lubang vaginaku yang mulai basah. Nafasku juga
mulai cepat dan berat. Melihat reaksiku yang mulai pasrah dan terbawa nafsu,
Papa melanjutkan aksinya. Ia membawaku ke sofa ruang tamu dan mendudukkan
diriku di pangkuannya dengan posisiku memunggunginya. Tak lupa pula ia membuka
celana dalamku dengan kasar. Tangannya dengan kasar membuka lebar-lebar pahaku
sehingga vaginaku terpampang lebar untuk dijelajahi oleh tangannya. Sebelum
sempat melawan, dengan sigap tangannya kembali meraih vaginaku dan meremasnya.
“Nin, memek kamu seksi banget.. Nanti Papa
sodok ya..” bisik Papaku di telingaku dan menjilatinya ketika tangannya mulai
bermain di klitorisku.
Birahiku sudah tak tertahankan lagi hingga
aku pun pasrah terhadap perlakuan Papaku ini. Aku mulai mendesah-desah tak
keruan. Jilatan maut di telingaku menambah nafsuku. Papa terlihat mencari-cari
titik rawan di klitorisku dengan cara menekan-nekan klitorisku dari atas ke
bawah. Ketika akhirnya sampai di titik tertentu, aku meracau tak karuan.
“Ahh.. Shh.. Paa..” desahku bernafsu.
“Nin, Papa suka banget sama kamu..” balas Papa sambil mencium pipiku.
“Nin, Papa suka banget sama kamu..” balas Papa sambil mencium pipiku.
Jarinya dengan lihai menggosok-gosok dan
menekan titik rawan itu dengan berirama. Rasanya bagaikan melayang dan
desahanku berubah menjadi rintihan kenikmatan. Tak sampai 15 menit kemudian,
aku mendapat orgasmeku yang pertama.
“Paa.. Nina pengen pipiss..” desahku tak
tahan menahan sesuatu yang ingin meledak di dalam diriku, tanganku meremas tangan
Papa yang sedang bermain di klitorisku dengan bernafsu.
Di luar perkiraanku, Papa malah memperkeras
dan mempercepat gerakannya. Papa merebahkanku di sofa dan merentangkan kedua
pahaku. Kurasakan jilatan lidah di bibir vaginaku, rasa menggelitik yang luar
biasa menyerang tubuhku. Jilatan itu menjalar ke klitoris dan membuat vaginaku
membanjir. Di sela jilatan-jilatan Papa yang maut, kurasakan gigitan lembut di
klitorisku yang kian merangsang hasrat seks-ku. Aku melenguh keras disertai
jeritan-jeritan kenikmatan yang seakan menyuruh papaku untuk terus dan tak
berhenti.
Melihat reaksiku, Papa semakin berani dan
menggesekan jarinya di liang vaginaku yang sudah membanjir. Tak kuasa menahan
nikmat, aku pun mendesah keras terus-menerus. Aku meracau tidak beraturan.
Kemudian kurasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya tak lama kemudian.
Vaginaku mengeluarkan cairan deras bening yang sebelumnya belum pernah kulihat.
Papa tampak senang melihatku mengalami orgasme yang pertama. Setelah sensasi
nikmat itu surut, kurasakan tubuhku lelah tak berdaya bagai tak bertulang. Papa
membopongku ke kamarnya dan menidurkanku di kasur.
Papa memelukku dengan lembut. Kami tidak
berkata apa-apa. Papa kemudian membuka dasterku, kemudian Papa tampak semakin
bernafsu ketika melihat payudaraku yang berukuran cukup besar. Hasratku sudah
menurun dan rasa malu mulai menyergapku hingga aku segera menutupi payudara dan
vaginaku dengan kedua tangan, namun Papa malah menyingkirkan tanganku dengan
kasar. Lelah masih terasa karena orgasme tadi sehingga aku tidak mampu melawan.
“Pa.. Jangan, Pa. Sudah cukup.. Nina takut..”
isakku mulai menitikkan air mata. Melihat reaksiku, Papa malah semakin
bernafsu.
“Nina sayang. Papa entot kamu ya.. Oh, Nina. Memekmu pasti nikmat. Sini Papa entotin ya, sayang..” rayu Papa dengan nafas memburu karena nafsu.
“Nina sayang. Papa entot kamu ya.. Oh, Nina. Memekmu pasti nikmat. Sini Papa entotin ya, sayang..” rayu Papa dengan nafas memburu karena nafsu.
Dengan semangat 45, Papa meremas payudaraku
dengan sangat keras. Pertama-tama, aku berteriak kesakitan namun Papa tak
mempedulikan teriakan minta ampunku, malah tampak dia semakin bernafsu untuk
menyetubuhiku. Jari-jarinya dengan terampil memilin putingku diselingi dengan
cubitan keras sehingga lama kelamaan teriakanku berubah menjadi jeritan nikmat.
Libidoku mulai naik lagi dan vaginaku mulai basah. Puting susuku yang berwarna
merah muda sekarang berwarna merah tua karena cubitan-cubitan kerasnya, begitu
pula dengan payudara putihku yang berubah menjadi kemerahan.
“Ahh.. Ahh.. Ukhh.. Paa..” racauku tak
karuan.
Merasa puas melihat reaksiku, Papa membuka
semua bajunya dan betapa terkejutnya aku melihat penis papaku yang berukuran
besar. Dengan lihainya, Papa segera menggesekkan kepala penisnya yang kemerahan
ke lubang vaginaku yang sudah basah. Aku merasakan sensasi lebih daripada
jilatan lidah Papa di vaginaku sebelumnya hingga kutanggapi sensasi luar biasa
itu dengan rintihanan keras kenikmatan.
“Ahh! Papaa.. Ohh.. Entotin Nina, paa..”
racauku. Sudah hilang kesadaran akan harga diriku.
Melihat lampu hijau dariku, Papa segera
menjalankan aksinya. Dengan perlahan ia memasukkan kepala penisnya ke dalam liang
vaginaku, namun terhalang oleh selaput daraku. Papa tampak kesulitan menembus
selaput daraku. Akhirnya dengan satu sodokan keras, vaginaku berhasil ditembus
untuk pertama kalinya. Rasa sakit luar biasa terasa di vaginaku. Papa dengan
tanpa perasaan segera menyodok-nyodok penisnya dengan kuat dan keras di
vaginaku yang masih sempit.
Rasa sakit itu berubah menjadi rasa nikmat
bagaikan melayang di surga. Papa mendesah terus-menerus memuji kerapatan dan
betapa enaknya vaginaku. Penis Papa yang panjang dan besar terasa menyodok
dinding rahimku hingga membuatku orgasme untuk kedua kalinya. Papa tampak masih
bernafsu menggenjot vaginaku. Kemudian Papa membalikkan badanku yang telah
lemas dan menusukkan penisnya ke dalam vaginaku lewat belakang. Ternyata posisi
ini lebih nikmat karena terasa lebih menggosok dinding vaginaku yang masih
sensitif.
“Oh Ninaa.. Memekmu bagaikan sorga, Nin..
Nanti Papa entotin tiap hari yaa.. Ahh..”
Akhirnya setelah menggenjotku selama setengah
jam, Papa mendapatkan orgasmenya yang luar biasa. Spermanya terasa dengan kuat
menyemprot dinding vaginaku. Papa menjerit-jerit nikmat dan badannya
mengejang-ngejang. Tangannya dengan kuat meremas payudaraku dan menarik-narik
putingku. Setelah orgasmenya, Papa berbaring di sebelahku dan menjilati puting
susuku. Putingku disedot-sedot dan digerogotinya dengan gemas. Tampaknya Papa
ingin membuatku orgasme lagi.
Tangannya kembali menjelajahi vaginaku, namun
kali ini jarinya masuk ke dalam liang vaginaku. Papa menekang-nekan dinding
vaginaku yang masih rapat. Ketika sampai pada suatu titik, badanku mengejang
nikmat dan Papa tampaknya senang sekali hingga jarinya kembali menggosok-gosok
daerah rawan itu dan menekannya terus menerus. Wow! Rasanya ajaib sekali!
Terasa seperti ingin pipis, namun nikmatnya tak tertahankan. Ternyata itulah
G-Spot.
Aku tidak bertahan lama dan akhirnya orgasme
untuk ketiga kalinya. Badanku mengejang dan cairan orgasme kembali mengalir
dengan deras bercampur darah keperawananku. Akhirnya, kami menyudahi permainan
seks kami yang perdana dan mandi. Baru setelah itu, kami pergi ke rumah sakit.
Sejak kejadian itu, kami menjadi sering
melakukan hubungan seks dan mencari-cari kesempatan untuk melakukannya tanpa
sepengetahuan orang lain. Bahkan aku pernah membolos sekolah karena pada saat
itu Papa sedang naik libidonya. Akhirnya kami memesan hotel dan sama-sama
membolos, aku dari sekolah dan Papa dari kantornya. Papa juga mengajariku
berbagai posisi dan bagaimana cara mengulum penis dengan benar (blow-job). Ilmu
seks yang Papa berikan akhirnya membuatku dicintai oleh beberapa lelaki lain
karena serviceku yang memuaskan.
Itulah pengalaman seks-ku yang pertama
kalinya dan tak akan kulupakan seumur hidup. Terima kasih, Papa!
0 Komentar